Minggu, 22 November 2015

Akal dan Wahyu dalam Perspektif Tujuan Manusia



BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup ciptaan Allah yang diberi kelebihan berupa akal dan bahkan wahyu. Tanpa adanya akal manusia tidak akan bisa hidup dengan baik bahkan (mungkin) manusia tidak dapat bertahan hidup. Tanpa akal manusia tidak dapat berkomunikasi dengan sesama manusia dan makhluk hidup yang lainnya, tidak dapat mengetahui bagaimana terjadinya kehidupan dan tidak dapat mengetahui apa saja yang ada didalamnya.
Oleh karena itu manusia diberi akal agar dapat mengetahui bagaimana adanya kehidupan ini selain itu dengan akal juga dapat melahirkan ilmu-ilmu yang ada sampai sekarang
.
B.   RUMUSAN MASALAH
1.       Apa Pengertian Akal dan Wahyu ?
2.         Bagaimana Akal dan Wahyu dalam Al-Quran ?
3.         Bagaimana Akal dan Wahyu dalam Perspektif Tujuan Manusia ?

C.   TUJUAN
Adapun tujuan ditulisnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1.        Mengetahui apa itu Akal dan Wahyu.
2.        Mengetahui bagaimana pandangan Akal dan Wahyu dlam Al-Quran.
3.        Mengetahui hubungan Akal dan Wahyu dalam perspektif tujuan manusia.

D.   MANFAAT
Penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang akal dan wahyu baik dalam Al-Quran maupun dalam perspektif tujuan manusia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   PENGERTIAN AKAL DAN WAHYU
1.      Akal
Akal berasal dari bahasa Arab yaitu Al-‘aql yang secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu. Pengertian lain dari akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan melihat cara memahami lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan ingatan. Dengan akal, dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sekeliling, juga dapat mengembangkan konsepsi-konsepsi mengenai watak dan keadaan diri kita sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap rasa ketidakpastian yang esensial hidup ini (Anonim A, 2013). Kata al-‘Aqlu sebagai mashdar (akar kata) juga memiliki arti nurun ruhaniyyun bihi tudriku al-nafsu ma la tudrikuhu bi al- hawas, yaitu cahaya ruhani yang dengannya seseorang dapat mencapai mengetahui sesuatu yang tidak dapat di capai oleh indra. Al-‘aql juga di artikan sebagai Al-‘qalb, hati nurani atau hati sanubari. Sedangkan kata al-‘aqil (bentuk pelaku, isim fa’il) sering digunakan untuk menyebutkan manusia, karena manusialah yang berakal (Santoso dkk, 2013 : 4).
Menurut tinjauan Al Qur’an akal adalah Hujjah atau dengan kata lain merupakan anugerah Allah SWT. Yang cukup hebat dengannya manusia dibedakan dari mahluk lain. Akal juga merupakan alat yang dapat menyampaikan kebenaran dan sekaligus sebagai pembukti dan pembeda antara yang haq dan yang bathil, serta apa yang ditemukannya dapat dipastikan kebenarannya, asal saja persyaratan-persyaratan fungsi kerjanya dijaga dan tidak diabaikan (Anshori A, 2013).
2.      Wahyu
Wahyu berasal dari bahasa arab Al-Wahy. Kata ini memiliki arti suara, api, dan kecepatan. Al-wahyu juga sering diartikan dengan bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Oleh karena itu, wahyu dipahami sebagai pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat.
Kata wahyu dan tashri (penisbahan)-nya, baik balam bentuk fi’il madhi maupun dalam bentuk mashdar-nya.dilihat dari segi maknanya dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Wahyu dalam arti firman Allah yang disampaikan kepada Nabi dan Rasul-Nya,yang berupa risalah atau kitab suci.
2. Wahyu dalam arti firman (pemberitahuan)Allah kepada Nabi dan Rasul-N untuk mengantisipasi kondisi dan tantangan tugasnya.
3. Wahyu dalam arti instink atau nurani atau potensi dasar yang diberikan Allah kepada makhluknya.
4. Wahyu dalam arti pemberi ilmu dan hikmah.
5. Wahyu dalam arti ilham atau petunjuk Allah kepada manusia dalam bentuk intuisi atau inspirasi dan bisikan hati.

B.   AKAL DAN WAHYU DALAM AL-QUR’AN
Adapun ayat-ayat yang berkaitan dengan Akal dan Wahyu dalam Al-Quran adalah sebagai berikut :
1.      Qur’an Surat Al-Baqaroh ayat 75
فَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلاَمَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ "Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?(Q.S.al-Baqaroh/2:75).
2.      Qur’an surat al-Hajj ayat 46
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”(Q.S.al-Hajj/22:46).
3.      Qur’an surat al-Baqaroh ayat 242
كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
 “Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya.”(Q.S.al-Baqaroh/2:242).
4.      Qur’an surat al-Ankabut ayat 43
“Demikianlah perumpamaan-perumpamaan kami buat bagi manusia tetapi yang dapat memahaminya hanyalah orang-orang yang mengetahui”(Q.S.Al-Ankabut/29:43).
5.      Qur’an surat al-Nisa ayat 163
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, Isa, Ayub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.”(Q.S.al-Nisa’/4:163)
6.      Qur’an surat al-Nahl ayat 68
Dan Tuhamu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohonkayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia." (Q.S.Al-Nahl.16: 68)
7.      Qur’an Surat Al-Isra’ ayat 39
"Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Rabb kepadamu. Dan janganlah kamu mengadakan ilah yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka, dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)”.(Q.S.al-Israa’.17:39)

C.   AKAL DAN WAHYU DALAM PERSPEKTIF TUJUAN MANUSIA
Dalam kajian filosofis, subjek yang mencipta segala yang ada (maujudat) disebut Tuhan, sementara segala yang ada sebagai objek penciptaan-Nya disebut alam. Alam merupakan tanda-tanda Tuhan. Al-Qur’an sebagai firman Allah menyebutkan: Akan kami tunjukkan tanda-tanda Kami di jagat raya dan di dalam diri mereka sendiri (manusia) [QS Fushshilat (41):53]. Di ujung ayat, disebutkan secara tidak langsung adanya manusia. Manusia adalah salah satu makhluk (ciptaan) Tuhan yang ada di alam (semesta) ini. Dengan demikian, manusia menduduki posisi unik antara alam dan Tuhan, yang memungkinkan dirinya berkomunikasi dengan keduanya (Kartenegara,2002:137). Dengan posisinya yang unik itu, manusia diciptakan Tuhan bukan tanpa tujuan. Adapun tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mentaati perintah Allah SWT.
1.      Proses Penciptaan Manusia
Dalam surah al-mu’minun ayat 12 - 14 telah di tegaskan tentang proses penciptaan manusia secara lengkap, Allah berfirman  “Dan sesungguhnya, kami telah menciptakan manusia dari sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian, air mani itu kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian, kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah, pencipta yang paling baik” ( QS. Al Mu’minun : 12 – 14). Penjelasan ayat : Allah SWT menciptakan manusia dari saripati tanah. Artinya Allah SWT menciptakan manusia berasal dari seorang laki-laki dan perempuan, keduanya mengonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan dan hewan yang juga memperoleh makanan dari tanah. Sari pati makanan yang dimakan oleh kedua orang tua kita mejadi sperma dan sel telur. Hasil pembuahan menjadi segumpal darah dan yang selanjutnya menjadi segumpal daging hingga tulang belulang yang dibungkus daging. sesudah itu, Allah menciptakan anggota-anggota badan dan menyusun menjadi makhluk yang berbentuk seorang bayi manusia. Air mani yang berasal dari saripati tanah, juga mengandung makna bahwa manusia pada akhirnnya akan kembali pada tempatnya semula, yaitu tanah. Tanah yang dimaksud adalah liang lahat. Artinya manusia berasal dari tanah, dan akan kembali tinggal meyatu dengan tanah (Rizal Muhammad F, 2013).

2.      Manusia sebagai Puncak (Tujuan Akhir) Penciptaan Alam.
Dalam konteks tujuan akhir penciptaan alam, maka seluruh isi alam adalah untuk manusia, ibarat seluruh akar, batang dan daun pisang dipersiapkan untuk buahnya. Apabila mau direnungkan, bukankah apa saja yang ditemukan di dunia ini adalah untuk manusia? Tentang ini, sebuah hadist qudsi menyatakan: “Lau laka wa lan laka, ma khalaqtu al- alama kullaha” (“Kalau bukan karenamu, tidak akan Kuciptakan alam semesta ini seluruhnya”). Al-Qur’an sendiri menyebutkan: “Dialah (Tuhan) yang menjadikan segala apa yang ada di bumi untukmu.” [QS Al-Baqarah (2):29].
Sedangkan dalam konteks puncak penciptaan alam, manusia secara biologis adalah makhluk yang paling lengkap dan paling canggih. Dalam pengertian mengandung semua unsur yang ada, mulai dari unsur-unsur mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, hingga unsur-unsur khas manusia itu sendiri yang merupakan daya-dayanya yang istimewa.
Hal ini kembali ke contoh Bumi ibarat buah, melalui bijinya, yang terkandung di dalamnya semua unsur pohon yang melahirkannya, seperti akar, batang, dahan, ranting dan daun. Karena itulah, manusia sering disebut juga sebagai mikrokosmos (dunia kecil) yang di dalam dirinya terkandung semua unsur dalam kosmos. Mengandung unsur mineral, dapat diartikan bahwa manusia memiliki daya atomik. Mengandung unsur tumbuh-tumbuhan berarti bahwa manusia memiliki daya-daya nabati, yaitu makan (nutrition, al-ghadziyah), tumbuh (growth, al-munmiyah), dan berkembang biak (reproduction, al-muwallidah). Mengandung unsur-unsur hewan berarti bahwa manusia memiliki daya-daya hewani, yaitu penginderaan (sense perception, al-mudrikah) dan gerak (locomotion, al-muharrikah). Khusus tentang penginderaan, Ibnu Sina, seorang pemikir Islam klasik, memperkenalkan indera-indera batin di samping indera-indera lahir yang kita kenal; kebetulan ada lima, sehingga dapat disebut panca indera. Kelima indera batin itu adalah (1) indera bersama (common sense, al-hiss al-musyatarak); (2) daya retentive (al-khayal), kemampuan untuk merkam bentuk-bentuk lahiriah; (3) daya imajinasi (al-mutkhayyilah), kemampuan untuk menggabungkan secara mental berbagai bentuk fisik sehingga menghasilkan bentuk yang unik, yang mungkin tidak ditemui dalam dunia nyata, seperti kuda terbang; (4) daya estimatif (al-wahmiyah), kemampuan untuk menilai sebuah objek dari sudut manfaat atau bahayanya; dan (5) daya memori (al-hafizhah), kemampuan menyimpan data baik yang empiris maupun non-empiris (Nasution, 1973: 30-31; dan Kartanegara, 2002:49).
Adapun unsur khas manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lain adalah akal. Secara fungsional, akal terbagi dalam dua daya yaitu : kemampuan kognitif atau teoritis, dan kemampuan manajerial atau praktis. Cara akal mengabstraksikan makna dari data-data inderawi adalah dengan mengelompokkan data-data inderawi yang masuk dalam kategori-kategori tertentu, sehingga menghasilkan konsep-konsep yang universal.
Manusia sebagai puncak atau tujuan akhir penciptaan alam dengan daya-daya yang dimilikinya sebagaimana dijelaskan di atas disempurnakan Allah dengan dikaruniai sesuatu yang bersifat rohani, yang menjadikan manusia bukan hanya makhluk fisik, melainkan juga makhluk spiritual. Wahyu merupakan sabda atau firman Allah yang disampaikan kepada manusia yang menjadi pilihan-Nya (yang telah mencapai tinggkat kesempurnaan, disebut Al-Insan Al-Kamil, yaitu Nabi atau Rasul) untuk terus disampaikan kepada manusia lainnya sebagai pegangan dan panduan hidup.

3.      Tujuan Penciptaan Manusia
Setiap penciptaan pasti memiliki tujuan. Robot di program untuk mematuhi setiap perintah pembuatnya, begitu juga manusia yang diciptakan untuk beribadah mematuhi setiap perintah-Nya dan menjahui semua larangan-Nya. Seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Adz Dzaariat ayat 56. وَمـَﺎﺨَلََقْـتُﺍُلْجِنَّ وَٱﻹِْ ﻨﺲَ ﺇِﻵَ ﻟِڍـَﻌْﺐۥدۥونِِ “Dan tidak Ku-ciptakan jin dan manusia melainka untuk menyembah kepada-Ku.” Misi penciptaan manusia adalah untuk penyembahan kepada sang pencipta, Allah SWT. Pengertian penghambaan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit dengan hanya membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam sholat saja. Penyembahan berarti ketundukan manusia kepada hukum-hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertical maupun horizontal (Febrina, 2011).
Selain itu manusia juga di berikan tugas oleh Alloh untuk menjadi khalifah di muka bumi, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah dalam firmannya pada al-Qur’an surat al-Baqaroh ayat 29-30 yang berbunyi : هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ "Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (manusia), dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit! Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." – (QS.2:29) "Ingatlah, ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi'. Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu, orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih, dengan memuji Engkau, dan mensucikan Engkau'. Rabb berfirman: 'Sesungguhnya, Aku mengetahui, apa yang tidak kamu ketahui'." – (QS.2:30)” Untuk melaksanakan fungsi khalifahnya ini, manusia telah diberi anugerah oleh tuhan dengan dua buah hadiah yang sangat istimewa, yaitu ilmu pengetahuan (‘Ilm) dan kebebasan memilih (Ikhtiyar) (Kartanegara, 2002: 138). Dan untuk menerima kedua hadiah itu, manusia telah dilengkapi di dalam drinya sarana atau piranti, berupa akal dan fasilitas lain di luar dirinya, berupa wahyu Tuhan yang diturunkan kepada manusia yang telah mencapai tingkat kesempunaan (al-insan al-kamil) yang dalam bentuk kongkretnya diwakili oleh nabi Muhammad s.a.w (Santoso dkk, 2013 : 24 - 25). Maka jelaslah kesatuan manusia dan alam semesta ini dapat terjaga dengan baik jika manusia dapat menjalankan fungsi kekhalifahannya dimuka bumi ini. Manusia dibekali akal selain naluri yang membedakan dengan hewan. Dan akal pula yang sering kali membuat manusia memiliki agenda sendiri ketika melakukan penciptaan, bahkan tak jarang bertentangan dengan misi penciptaan dirinya. Islam merupakan sistem hidup yang tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan di dunia menjadi rujukan dimana kelak Allah SWT akan menempatkan kita, surge atau neraka. Para seniman, budayawan muslim, serta para ulama yang dimotori oleh Djamaludin Malik menyatakan, bahwa yang disebut dengan kebudayaan, kesenian Islam ialah manivestasi dari rasa, cipta dan karsa manusia muslim dalam mengabdi kepada Allah untuk kehidupan umat manusia (Febrina, 2011).

















BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Simpulan dari penjelasan-penjelasan dan ayat yang telah dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia diciptakan Allah dari setetes air yang hina, lalu dalam tahapan yang cukup panjang terbentuklah tulang, daging, wajah dan struktur tubuh yang lengkap dalam tubuh ibu, lalu ditiupkan ruh kedalam tubuh tersebut dan hiduplah seorang manusia yang sempurna. Allah menganugerahkan kepada manusia yaitu berupa akal dan wahyu yang nantinya digunakan oleh manusia untuk memenuhi tugas-tugasnya di dunia. Akal dan wahyu merupakan suatu hal yang sangat di butuhkan oleh manusia untuk memenuhi tugas-tugasnya. Kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya adalah memiliki akal yaitu untuk berfikir dan wahyu yang langsung turun dari Allah sebagai penyeimbang dari akal.
Manusia tidak diciptakan tanpa sebab. Allah menciptakan manusia dengan dibebani beberapa tugas yaitu : menjadi hamba dan menjadi khalifah dimuka bumi. Untuk menjadi khalifah tersebutlah Allah melengkapi manusia dengan akal dan wahyu agar bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Akal dan wahyu dalam islam memiliki kedudukan yang sama pentingnya dimana wahyu sebagai cahaya untuk membimbing akal menuju jalan kebenaran.

B.   SARAN
Sebagai manusia yang diciptakan Allah lebih sempurna dari makhluk lainnya kita wajib menjalankan perintah Allah sebagaimana mestinya. Wajib mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan kepada kita.
Alangkah baiknya jika kita saling tolong menolong, saling menghormati dan saling menghargai antara satu dengan yang lainnya. Selain itu sebagai manusia kita juga harus menjaga lingkungan dan menyayangi makhluk hidup lainnya (hewan dan tumbuhan).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim A. 2013. Akal. (Online) id.wikipedia.org/wiki/Akal . Diakses pada Rabu 14 Oktober 2015.
Anshori A. 2013. Konsep Akal dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.(Online) http://mpiuika-2013.blogspot.com/2013/10/konsep-akal-dalam-al-quran-dan-sunnah.html. Diakses pada Rabu 14 Oktober 2015.
http://ephacunk.blogspot.co.id/2011/03/akal-wahyu.html. Diakses pada Minggu 25 Oktober 2015.
Kartanegara, Mulyadhi. 2002. Menembus Batas Waktu: Panorama Filsafat Islam. Bandung: Mizab.
Rizal Muhammad F. 2013. Qs. Al-Mu’minun ayat 12-14 Tentang Manusia dan Tugasnya Sebagai Khalifah Di Bumi. (Online) http://note-student.blogspot.com/2013/06/qs-al-muminun-ayat-12-14-tentang.html.Di akses pada Minggu 25 Oktober 2015.
Santoso Fattah, M.A. dkk. 2013. Studi Islam 3. Surakarta: (LPIK) Universitas Muhammadiyah Surkarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar